Selasa, 10 Januari 2012

Cerpen Terbaru

CERPEN By : Doni Marihot S
Ramalan Maut
By : Doni marihot S

          Aku berjalan pada sore hari tepatnya sebelum matahari terbenam. Di pinggiran kota-ku yang kecil Aku melihat kerumunan orang dimana orang-orang itu berkumpul untuk melihat ramalan masa depan mereka. Saking penasarannya, Aku pun memutuskan untuk menghampiri mereka. Tapi setelah dekat dengan mereka aku melihat seperti orang yang “shock” atau murung.
          “ Pak, sebenarnya apa yang terjadi ? ’’ tanyaku kepada seorang pak tua.
          “ Nak, jangan masuk atau ikut-ikutan ke dalam hasutan atau ruangan itu ! ’’ jawabnya dengan marah dan tegas.
          “ Kenapa pak ? ’’ Jawabku.
          Bapak tua itu tidak menyahut dan pergi seperti orang stress.
penasaranku pun semakin meningkat, karena itu dengan diam-diam Aku mengikuti Bappak tua yang murung itu, Langkahnya yang lambat dan kepala yang menunduk membuat aku merasa si bapak tua itu memiliki masalah yang sangat besar dan Aku juga merasa kasihan melihatnya.
          Aku terus mengikutinya sepanjang jalan dan akhirnya berhenti di sebuah rumah tua dimana dulu nenekku bercerita bahwa rumah tua itu merupakan rumah yg “Angker’’.
          Mengetahui bahwa rumah tua itu merupakan rumah angker yang diceritakan nenek kepadaku aku pun dengan tergesa-gesa pulang. Anehnya, dilorong gang rumahku Aku melihat berselisih jalan dengan seorang wanita tua yang berbaju hitam dan wanita itu berkata kepadaku sambil menunjuk mataku “ hidupmu sudah sempit “ dengan tawa yang seram dan pergi dengan cepat. Aku semakin takut dan berlari untuk sampai kerumah.
          Sesampainya dirumah aku memutuskan untuk tidur tetapi, Aku masih belum bisa tidur dan terus memikirkan kejadian – kejadian yang kualami pada sore hari dan malam hari tadi.
          Besok paginya aku mengalami sakit kepala. Meskipun begitu, kuputuskan untuk pergi ke peramal yang di pinggiran kota untuk meramalkan apa yang terjadi padaku.
          Setelah lama mengantri, akhirnya aku di ramal oleh si peramal terlebih dahulu  Dia memberi kartu yang jumlahnya 13 buah dan dia menyuruh aku untuk memilih angka yang paling bagus Aku memilih angka 6 dimana kartu ini menurut si peramal “ pembawa kematian ’’.
          Mendengar ramalannya itu, aku menjadi seperti orang yang tidak penting lagi didunia ini. Karena terus – menerus dan disepanjang jalan aku memikirkannya maka hendak menyebrang aku tidak melihat mobil yang melaju kencang dari sampingku. Tapi untunglah sang bapak tua yang murung mendorong aku dan aku selamat. Tetapi pak tua yang murung itu meninggal dunia di lokasi kejadian.
          Selama 2 setengah tahu aku di penjara dan depresi berat akibat tahayul si peramal. Aku memutuskan untuk tidak percaya lagi kepada ramalan                  - ramalan karena itu dapat mengganggu kesehatan psikologis kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar